Pasokan hunian vertikal atau apartemen di Jakarta tidak mengakomodir kemampuan daya beli untuk masyarakat kelas menengah 'tanggung' yang daya belinya Rp 150-250 juta. Kenyataannya hunian apartemen di Jakarta saat ini berkisar antara Rp 300 jutaan sampai Rp 500 jutaan.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan sebagian besar para pekerja formal di perkantoran tergolong dalam segmen kelas menengah 'tanggung'
"Membeli apartemen menengah di perkotaan tidak mampu. Dengan daya beli 'tanggung', misalkan mereka hanya membeli rumah dengan kisaran harga Rp 150-250 jutaan dengan jarak dan waktu tempuh yang jauh dari tempat kerja (pinggir kota)," kata Ali dalam situsnya, Kamis (7/11/2013)
Padahal menurutnya Ali, dahulu ada proyek-proyek program 1.000 tower yang diperuntukan untuk segmen menengah, ternyata sekarang sudah berubah menjadi apartemen-apartemen dengan kisaran harga di atas Rp 300 jutaan.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan sebagian besar para pekerja formal di perkantoran tergolong dalam segmen kelas menengah 'tanggung'
"Membeli apartemen menengah di perkotaan tidak mampu. Dengan daya beli 'tanggung', misalkan mereka hanya membeli rumah dengan kisaran harga Rp 150-250 jutaan dengan jarak dan waktu tempuh yang jauh dari tempat kerja (pinggir kota)," kata Ali dalam situsnya, Kamis (7/11/2013)
Padahal menurutnya Ali, dahulu ada proyek-proyek program 1.000 tower yang diperuntukan untuk segmen menengah, ternyata sekarang sudah berubah menjadi apartemen-apartemen dengan kisaran harga di atas Rp 300 jutaan.
"Kenyataan di lapangan saat ini, tidak hanya segmen bawah yang kesulitan mendapatkan hunian, namun segmen menengah yang 'tanggung' karena baru naik kelas dari segmen menengah bawah pun, ternyata kesulitan juga untuk memiliki hunian," katanya
Ali mengakui para konsumen kelas menengah 'tanggung' ini akhirnya membiarkan rumah yang mereka terlanjur beli menjadi obyek investasi dengan menyewakannya. Saat bersamaan mereka harus menyewa kost di pusat kota karena lebih dekat dengan tempat pekerjaan.
"Jadi jangan heran banyak juga rumah segmen menengah bawah yang dibiarkan kosong seolah-olah yang membeli bukanlah end user, namun sebenarnya mereka terkendala juga dari faktor jarak dan biaya transportasi dan tidak adanya pasokan apartemen yang sesuai daya beli kaum menengah 'tanggung' ini. Dan jumlahnya diperkirakan sangat banyak," katanya.
Ali mengakui para konsumen kelas menengah 'tanggung' ini akhirnya membiarkan rumah yang mereka terlanjur beli menjadi obyek investasi dengan menyewakannya. Saat bersamaan mereka harus menyewa kost di pusat kota karena lebih dekat dengan tempat pekerjaan.
"Jadi jangan heran banyak juga rumah segmen menengah bawah yang dibiarkan kosong seolah-olah yang membeli bukanlah end user, namun sebenarnya mereka terkendala juga dari faktor jarak dan biaya transportasi dan tidak adanya pasokan apartemen yang sesuai daya beli kaum menengah 'tanggung' ini. Dan jumlahnya diperkirakan sangat banyak," katanya.